Jakarta, InfoMu.co – Kasus keributan antara warga desa Wadas Purworejo dengan anggota kepolisian menjadi isu nasional. Anggota Komisi III DPR Arsul Sani, mempertanyakan pengerahan ratusan anggota polisi dari Polda Jawa Tengah di Desa Wadas, Purworejo. Terlebih sampai puluhan warga setempat yang ditangkap oleh aparat polisi.
Adapun penangkapan terhadap puluhan warga Desa Wadas, Puworejo oleh polisi lantaran menolak pembangunan proyek Waduk Bener.
“Memangnya ada ancaman terorisme atau kerusuhan sosial di Desa Wadas itu, sehingga sampai perlu dikerahkan ratusan aparatur?,” ujar Arsul kepada wartawan, Rabu (9/2).
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menegaskan, pengerahan aparat polisi dalam jumlah yang besar seperti itu seperti jaman Orde Baru silam.
Karena konflik sosial tanpa adanya ancaman kerusuhan harus diselesaikan dengan cara polisi masuk ke perkampungan warga dengan membawa persenjataan lengkap.
“Ini kok kayak mengulang cara-cara aparatur keamanan dalam menangani pembangunan Waduk Kedungombo jaman Orde Baru dulu,” tegasnya.
Arsul menuturkan, seharusnya dalam mengawal pembangunan itu dilakukan aparatur bukan dengan pengerahan ratusan anggota Polri. Namun lebih mengedepankan pendekatan-pendakatan informal dengan masyarakat.
“Apalagi dengan semangat mengedepankan pendekatan keadilan restoratif, maka penindakan aparatur dan upaya paksa mestinya dihindarkan,” ungkapnya.
Karena itu, sebaiknya yang dilakukan oleh pihak kepolisian bisa berdialog dengan Warga Desa Wadas, Purworejo. Bukan malah mendatangi mereka dengan persenjataan lengkap.
“Warga diajak berdialog dari hati ke hati, setelah mereka bisa menerima, maka pengukuran pun dilakukan tanpa perlu pengerahan,” tuturnya.
Sebelumnya, Staf Divisi Kampanye dan Jaringan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Dhanil Al Ghifary mengatakan, ratusan aparat kepolisian menyerbu Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo pada Selasa (8/1).
Dhanil Al Ghifary menyebut ratusan aparat masuk ke Desa Wadas dengan membawa senjata lengkap.
Dhanil mengatakan ratusan aparat itu melakukan penyisiran desa dan menurunkan banner protes penolakan tambang batu andesit. Selain itu, aparat juga mengejar beberapa warga Wadas.
Dhanil mengungkapkan, aparat kepolisian secara massif masuk ke Desa Wadas dan melakukan penangkapan terhadap masyarakat setempat.
Warga Desa Wadas kemudian meneriakkan ‘Alerta’ atau alarm genting usai diserbu polisi. Alarm genting tersebut disuarakan lewat media sosial sejak Selasa (8/2).
Adapun, warga Wadas sudah melakukan penolakan terhadap penambangan batu andesit untuk proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Bener sejak 2016. Penolakan tersebut kerap mendapat tekanan dari aparat kepolisian.
Pada September 2019 misalnya, LBH Yogyakarta mengatakan saat itu warga juga dikepung oleh polisi dan 11 warga sempat ditangkap.(JP)

