• Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
Infomu
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
Infomu
No Result
View All Result
Gubernur Aceh dan DPRK Aceh Tengah Terima Buku “Gayo di Masa Lalu” dari Kepala  Balar Sumut

Gubernur Aceh dan DPRK Aceh Tengah Terima Buku “Gayo di Masa Lalu” dari Kepala Balar Sumut

Syaiful Hadi by Syaiful Hadi
13 Desember 2021
in Kabar
86

Medan, InfoMu.co –  Gubernur Aceh Nova Iriansyah diwakili Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Aceh (Budpar) Jamaluddin, dan Wakil Ketua DPRK Aceh Tengah Edi Kurniawan menerima buku “Gayo di Masa Lalu” dari Kepala Balai Arkeologi Sumatera Utara (Balar Sumut) Dr. Ketut Wiradnyana, M.Si. Buku berisi jejak kehidupan Gayo Prasejarah itu,  diserahkan dalam  “Dialog Menyusur Jejak Gayo Prasejarah” di Balar Sumut, Jumat (10/12/2021).

Dari DPRK juga hadir Ketua Komisi B Sukurdi Iska. Buku “Gayo di Masa Lalau” diterbitkan oleh Balar Sumut,  berangkat dari hasil penelitian dan penggalian arkeologi di Ceruk Mendale, Ujung Karang dan lain-lain. Mengisahkan  kedatangan tiga kelompok manusia, membawa budaya berbeda pada era mesolitikum (zaman batu pertengahan) sampai era klasik.

Kepala Balar Sumut Ketut Wiradnyana juga menyerahkan 100 eksemplar buku tersebut  kepada Komunitas Gayo Prasejarah untuk selanjutnya didistribusikan kepada peserta wisata prasejarah dalam rangka Desember Kopi yang berlangsung 10-18 Desember 2021 di Aceh Tengah.

Buku tersebut berbentuk buku cerita bergambar, terbit 2019. “Dengan demikian akan mudah dipahami mulai dari anak-anak sekolah dasar sampai orang dewasa,” kata Ketut Wiradnyana tentang isi buku tersebut.
Disebutkan dalam buku itu,  pada 12.000 tahun lalu Pulau Sumatera sudah dihuni oleh manusia  dengan postur tubuh tegap dan memilih tinggal di pinggir pantai. Lama kelamaan, karena kekurangan bahan makanan kelompok manusia ini mencari hunian baru dengan panduan sungai, sampai ke daerah pedalaman.  Hingga suatu ketika kelompok ini mencapai gua atau Loyang Mendale yang berada di tepi Danau Laut Tawar, Aceh Tengah sekarang.

Memilih Loyang Mendale sebagai tempat hunian karena guanya luas dan terlindung, serta dekat dengan sumber air dan makanan. Kelompok ini membuat beberapa peralatan yang dapat mendukung kehidupan mereka, memanfaatkan batu, kayu dan sisa tulang binatang  maupun cangkang kerang.

Mereka juga sudah mengenal api untuk mengolah makanan. Mereka membuat kapak dari batu kali, dan ada kalanya menambahkan tangkai dari kayu untuk memudahkan memegang dan menggunakannya. Mereka juga membuat jarum dari tulang binatang. Mereka  membuat peralatan berburu seperti tombak maupun mata panah dari batu.

Kemudian pada kisaran 5.000 tahun silam datang kelompok kedua dengan postur tubuh berbeda dari kelompok pertama.  Membawa budaya berbeda. Kelompok kedua ini  adalah penutur bahasa Austronesia. Mereka menggunakan peralatan baru, seperti gerabah atau tembikar dan anyaman.

Menurut Dr Ketut, kelompok pertama dan kelompok kedua hidup saling berbaur dan dengan damai di Loyang Mendale. “Kelompok manusia Austronesia ini telah memiliki kemahiran membuat pola hias dengan cat warna merah pada tembikar,” lanjut Dr Ketut.

Tembikar-tembikar itu ada yang dihias dengan cara digores. Tembikar merupakan salah satu wadah  tempat air, tempat makanan dan keperluan religi.

Kelompok ini sudah lebih mahir membuat peralatan berburu. Kapak yang mereka buat  telah digosok lebih halus dan bertangkai. Mereka membuat berbagai perhiasan dari kulit kerang berupa manik-manik dan gigi hewan. Manik-manik itu dibuat dengan cara melubangi kulit kerang atau tulang binatang dan dirangkai menjadi kalung  dan gelang.

Ketika ada yang meninggal dunia, mereka perlakukan seperti manusia saat hidup. Kuburnya ada yang berbentuk oval dan melipatkan kaki mayat saat dikubur.

Peneliti Balai Arkeologi Sumut menemukan beberapa model cara penguburan. Selanjutnya, tambah Dr Ketut, pada kisaran 3000 tahun lalu terjadi bencana letusan gunung berapi. Saat letusan sudah reda mereka kembali lagi ke tempat hunian awal di Mendale.

Berikutnya datang kelompok manusia ketiga pada 2000 tahun silam. Mereka juga tinggal di beberapa ceruk atau gua di tepi Danau Laut Tawar. Sebagaimana kelompok pertama dan kedua, manusia kelompok ketiga ini juga memiliki cara hidup yang sama.

Berburu, menangkap ikan dan menanam umbi-umbian. Hanya saja kelompok ketiga ini sudah lebih  maju dalam membuat tembikar dan anyaman-anyaman. Terutama dalam menghias tembikar dengan cara poles dan gores.
Berbagai bentuk wadah tembikar yang dihasilkan memiliki ciri  pola hias tersendiri dengan cara menghiasi seluruh bagian tembikar.

Dr Ketut menyebutkan baik kelompok pertama, kedua dan ketiga, sama-sama hidup berdampingan. Kebudayaannya saling berbaur.  “Kelompok-kelompok inilah yang kemudian membentuk etnis Gayo yang hidup sampai sekarang di wilayah budaya Gayo,” demikian Dr Ketut Wiradnyana.(*)

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
  • Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak
Tags: balargayo masa lalu
Previous Post

Ilmu dan Amal

Next Post

200 Ton Ikan di Danau Maninjau Mendadak Mati

Next Post
200 Ton Ikan di Danau Maninjau Mendadak Mati

200 Ton Ikan di Danau Maninjau Mendadak Mati

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Beranda
  • Kabar
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar
  • Pendidikan
  • Redaksi
Call us: +1 234 JEG THEME

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.