Bantu Tonggo
Oleh : Safrin Octora
Bantu tonggo adalah konsep yang ditawarkan oleh beberapa pemerintah provinsi di Jawa dalam rangka mendorong solidaritas masyarakat untuk membantu saudara-saudara yang sedang mengalami musibah.
Bantu tonggo yang artinya membantu tetangga, akhirnya banyak menjadi bagian dari komunitas masyarakat dalam rangka memberikan kontribusi terhadap saudara yang mengalami isolasi mandiri ataupun kekurangan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Gerakan memberikan bantuan pangan ke rumah-rumah kalangan yang sedang isoman ataupun meletakkan bahan pangan di depan rumah dengan tambahan tulisan “silahkan ambil” telah menjadi bagian dari solidaritas pada beberapa daerah yang termasuk zona merah Covid-19.
Untuk daerah-daerah yang belum termasuk zona merah, “bantu tonggo” dalam bentuk pemberian bahan pangan sepertinya belum menjadi bagian dari dinamika social masyarakat sekitarnya. Namun demikian ada konsep lain dari “bantu tonggo” yang bisa dilakukan.
Salah satu konsep “bantu tonggo” tersebut adalah membeli jualan tetangga. Jualan jualan tetangga sekitar rumah pasti aneka macam. Salah satunya saya selalu membeli pepaya yang dijual tetangga yang agak jauh dari rumah. Awalnya saya tidak kenal dengan tetangga itu, seorang ibu tua. Namun karena sering membeli pepaya sama dia saya jadi tau dan percaya sama harga yang diberikannya.
Salah satu tetangga saya berjualan lontong. Makan lontong pada pagi hari bukanlah tradisi yang biasa ada pada kami sekeluarga. Makan pagi dengan lauk telur dadar ataupun ikan kaleng adalah bagian dari dinamika pagi di rumah. Namun sejak ada Covid-19 dan adanya semangat “bantu tonggo” dengan membeli jualan tetangga, dinamika makan pagi dengan lauk dibuat sendiri telah berkurang.
Seperti pagi ini misalnya. Saya dan istri menyempatkan membeli lontong dan seporsi lauk udang goreng sambal plus kentang dari tetangga yang agak jauh, setelah tetangga yang jualan lontong dekat rumah, tidak berjualan lagi.
Ini kali keempat kami membeli lontong disitu. Harganya satu porsi Rp.5.000, untuk lontong kosong, alias tanpa tambahan lauk lainnya. Menariknya lontong disini dibungkus dengan daun yang diisi dengan lontong, mie hun, teri goreng dan cabai. Sementara sayurannya seperti tauco dan sayur manis, diletakkan di dalam plastik tersendiri. Penyajian seperti ini membuat lontong yang kita beli masih tetap segar ketika dimakan, karena sayurannya baru tercampur sebelum dimakan.
Seperti kebiasaan orang kita belum makan rasanya kalau belum tersentuh nasi, saya juga seperti itu. Satu porsi lontong yang Rp.5000 tadi saya bagi berdua dengan istri. Lalu ketika lontongnya habis, dan kuah sayurnya masih tersisa, saya masukkan nasi untuk melengkapi makan pagi.
Namun ada yang istimewa pagi ini. Untuk membuat makan nasi menjadi lebih nikmat, saya memasukkan beberapa udang sambal plus beberapa potong kentang yang juga disambal. Hm, rasanya….nikmat sekali. Nasi putih yang hangat ditambah dengan sambal udang dan kentang plus sayuran sisa lontong, maka saya hanya bisa katakan “kenikmatan mana lagi yang harus kita dustakan”. Sungguh nikmat sekali.
Sambal udang dan kentang itu saya beli di penjual lontong yang sama. Harganya Cuma Rp.5.000/satu porsi. Niat saya mau membantu tetangga dengan membeli jualannya, namun makanan yang dijualnya memberikan kenikmatan yang luar biasa untuk saya. Hati saya sangat senang dan riang gembira. Saya yakin imun saya pasti naik dengan sarapan pagi lontong ditambah nasi putih dengan udang dan kentang sambal yang sederhana itu, dengan harga cuma Rp.10.000,-.
Penulis, Safrin Octora, Dosen Komunikasi FISIP USU

