Medan, InfoMu.co – Penetapan Kota Medan sebagai salah satu kota berstatus zona merah dan harus mengimplementasikan PPKM (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat menjadikan aktifitas warga di kota itu terganggu. Selain terjadi penyekatan masuknya warga luar kota Medan juga dilakukan penyekatan di beberapa titik di kawasan kota. Setelah tiga hari masa sosialisasi 12-14 Juli, maka hari ini Kamis (15/7) akan dilakukan tindakan hukum bagi pelanggaran aturan PPKM itu.
Sudahkah PPKM sudah berjalan baik ? Jurnalis infoMu.co menghubungi Wakil Ketua PW Muhammadiyah Sumatera Utara yang membidang Hukum dan HAM, Dr, Abdul Hakim Siagian seputar pelaksanaan PPKM di Medan.
Abdul Hakim siagian menyampaikan dukungan dan apresiasi terhadap berbagai kebijakan pemerintah baik pusat dan daerah dalam menanggulangi pemdemi covid dan ikutannya yang sudah berulang tahun ini. Kata Hakim, bahwa sejak awal beragam istilah digunakan mulai dari kekarantinaan, PSBB dan ini dipakai istilah baru dalah PPKM.
Indonesia adalah negara hukum, sejak tanggal 8 agustus 2018 telah diundangkan tentang kekarantinaan kesehatan menjadi undang2 nomor 6 thn 2018. UU ini terdiri dari 98 pasal, 14 bab ditambah penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal. Pada pasal 96 disebut, peraturan pelaksanaan UU ini harus ditetapkan paling lama 3 tahun sejak diundangkan. Jadi, tgl 8 agustus 2021 yang akan datang adalah batas akhir peraturan pelaksanaan sudah harus ada. Sangat disayangkan UU kerantinaan ini tidak sungguh-sungguh digunakan dan dampaknya sangat serius, lihat bukti hari ini, jelas Hakim Siagian.
Penerapan PPKM tidak Efektif ?
Ketika ditanyakan apakah penerapakan PPKM bakal efektif ?. Hakim tegas mengatakan, kecil sekali implementasi PPKM efektif dalam menekan penyebaran covid19. Untuk itu, Abdul Hakim memberi alasan, dari istilah saja terus berubah, dan itu merepotkan serta cukup membingungkan tidak hanya di masyarakat bahkan dipetugas juga. Contoh, perlakuan pada anggota Paspamres kemarin. Artinya, para petugas saja banyak yang belum paham terkait itu, apalagi masyarakat. Hemat saya hal itu dimunculkan untuk meminimalkan tanggung jawab pemerintah, juga krn gamangnya dalam merespon pandemi ini.
Kemudian tidak digunakan istilah karantina apalagi PSBB sekaitan kewajiban pemerintah. Juga dikotomi anatara ekonomi dan kesehatan serta investasi. Pasal 55 (1) UU No 6/18, ditegaskan, selama dalam karantina wilayah, kebutuhan kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yg diwilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
Kemudian bila karantina rumah sakit, sesuai pasal 58, ditegaskan, kebutuhan hidup dasar orang yang berada di rumah sakit jadi tanggung jawab pemerintah pusat dan atau daerah.
Penyekatan, Berartikah ?
Demikian juga ketika ditanyakan apakah penyekatan dibeberapa titik di dalam kota Medan atau kawasan perbatasan masuk Kota Medan memiliki arti banyak menekan penyebaran covid19, Abdul Hakim pakar hukum dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara itu mengatakan, penyekatan itu merupakan bentuk karantina. Sesungguhnya, yang harus dilakukan adalah penyekatan arus kedatangan WNA dari luar negeri ke Indonesia.
Anehkan, sementara banyak negara melarang WNA asing masuk ke negaranya untuk menahan masuknya covid varian baru, Indonesia malah membuka pintu selebar-lebarnya dengan alasan Tenaga Kerja Proyek Strategis. Harusnya, kata Hakim, laksanakanlah sesuai UU Kekarantinaan bukan diubah-ubah karena ragam faktor.
Penyekatan dalam kota malah menimbulkan kemacetan diberbagai jalan dan jadi kerumunan yg sangat rawan jadi kluster baru.
Penyekatan dalam kota malah menimbulkan kemacetan diberbagai jalan dan jadi kerumunan yg sangat rawan jadi kluster baru.
Kebijakan WFH atau membatasi jumlah pengung di mal dan rumah makan wajib didahulukan dengan mengetatkan prokes. Sebab, kluster-kluster baru terus saja muncul dari pusat perbelanjaan baik modern mauoun tradisional. Dalam kasus ini, tampak aparat kurang sigap, petugas yang terkait dalam aktifitas itu juga tidak disiplin bahkan di tengah masyarakat masih banyak yang tak peduli apalagi taat. Hal itu diperburuk banyaknya pandangan yg pro kontra dan menyesatkan.
Terkait terus naiknya angka positif covid ini dipengaruhi jumlah pemeriksaan juga tempat pemeriksaanya. Sebab standar alat dan sumber daya manusia yg terkait dengan itu belum tegas pengawasannya, Lihatlah kasus Bandara Kualanamu dan Kasus Surat Keterangan PCR Palsu, dll.
Minta Presidan Pimpin Langsung
Abdul Hakim Siagian memberi solusi engan usul agar Presiden dapat langsung menjadi ‘Panglima’dan memimpin langsung penanganan pandemi Covid. Laksana panglima perang, beri contoh tauladan. Penegakan hukum perlu dan mendesak dan tanpa diskriminasi bahkan bila petugas yg melanggar jatuhkan sanksi pemberatan.
Segera evaluasi total untuk merumuskan rencana tindak lanjut.
Segera evaluasi total untuk merumuskan rencana tindak lanjut.
Hakim juga meminta agar seluruh pakar terkait dengan pandemi covid19 dilibatkan, bukan hanya yang berdampak kesehatan, ekonomi saja.
Bila situasi tambah buruk segeralah minta bantuan negara-negara lain yang sukses menangani wabah ini. Kemudian, fokuslah pada penanggulangan, hentikan sementara berbagai kegiatan/pengeluaran diluar itu. Artinya, laksanakan UU Kekarantinaan dengan sepenuh hati.
Hakim juga mengingatkan pemerintah untuk tidak lupa memberikan penghargaan, perhormatan pada para pejuang2 kesehatan itu. (Syaifulh)

