Tetapi untuk saat ini seperti diketahui belum ada badan otoritas resmi yang mengatur bitcoin dan berbagai aset digital lainnya.
Jaih menjelaskan uang kripto bisa diakui sebagai alat tukar jika memenuhi dua kriteria. Pertama bisa menjadi media alat tukar yang bermanfaat dan diterbitkan oleh lembaga yang memiliki otoritas untuk meneribitkan uang. Penjelasan tersebut juga tertulis dalam analisis MUI yang berjudul Uang (Nuqud) dan Cryptocurrency.
Tidak hanya itu, menurut pandangan MUI ada sejumlah alasan lain yang menerangkan bahwa bitcoin bukan alat pembayaran yang sah.”Pertama, substansi benda tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara langsung, ia hanya sebagai media untuk memperoleh manfaat, dan kedua, diterbitkan oleh lembaga yang memiliki otoritas untuk menerbitkan uang sebagaimana disampaikan oleh Muhammad Rawas Qal’ah Ji,” jelasnya,
Dalam analisis MUI berjudul Shariah Analysis of Bitcoin, Cryptocurrency, and Blockchain dijelaskan bitcoin bukan termasuk alat transaksi pembayaran yang sah karena belum jelasnya siapa yang menerbitkan bitcoin. Selanjutnya saat ini tidak adanya otoritas pusat atau pemerintah yang mendukung.
Selain itu, nilai bitcoin tidak stabil juga menjadi alasan kenapa aset digital itu tidak sah dan bitcoin dianggap rawan digunakan untuk pencucian uang dan tujuan ilegal.
“Komunitas Muslim khususnya harus berhati-hati seperti baru-baru ini mereka telah menjadi target scammers yang mengiklankan “investasi halal” peluang menggunakan cryptocurrency. Sebagai aturan praktis, cryptocurrency apa pun peluang investasi yang menjanjikan tingkat pengembalian tetap kemungkinan besar adalah penipuan, seperti skema ponzi/piramida yang haram dan haram,” tertulis dalam analisis MUI.MUI dalam analisis tersebut juga mewanti-wanti agar tidak sembarangan atau tergiur untuk menggunakan bitcoin atau kripto lainnya. Mengingat saat ini populasi penipuan yang menawarkan uang digital telah meluas. (rep)

