Si Paling Playing Victim
Oleh Ahmad Rody Nasution, Aktrifis IMM FAI UMSU
Di dalam gemuruh riuh isu yang beredar bukannya kita berlindung mencari ketentraman, malah ada sebagian wadah menonjol memberikan kharismatiknya yang paling oke. Tanpa disadari oleh keadaan kondisi yang berbalut masalah di ranahnya sendiri.
Innalilahi Wa Inna Ilahi Rojiun, turut berduka cita telah hilangnya sosok pimpinan disebuah ranah daerah. Dimana tokoh pemeran pimpinan tersebut telah melanggar aturan sudah termaktub dalam pedoman organisasi, yang sudah tersusun dan tertulis dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Mengapa demikian karena didalam muqaddimah organisasi tersebut telah di jelaskan bahwa persyarikan itu sebagai gerakan dakwah islam amar ma’ruf nahi mungkar dan tajdid, adalah salah satu kreasi manusia muslim dalam upaya menggerakkan dan membimbing umat agar mampu melaksanakan fungsi dan perannya. Dalam rangka kelangsungan hakikat dan misinya, persyarikatan memerlukan tumbuhnya kader pelopor pelangsung dan penyempurna cita-cita sekaligus sebagai stabilisator, dinamisator dan pergerakan perjuangannya.
Bagaimana harusnya organisasi tersebut, bertanggung jawab sebagai kader agen of change dalam menjawab tantangan globalisasi bernegara ini. Dan dituntun juga sebagai kader umat dan bangsa, sehingga tumbuh kader-kader yang memiliki kerangka bepikir ilmu amaliyah dan kader amal ilmiah sesuai kepribadian persyarikatan. Melihat ke-boomingan berita organisasi itu berbagai media platform, penulis merasa ada kesalahan dibalik itu semua. Sebab yang diberitakan tidak sesuai dengan realita dilapangan dimana seakan-akan pimpinan pusat yang disalahkan.
Apakah kesalahan itu harus dilindungi terus menerus, tentu halnya tidak. Adapun kesalahan tersebut berbagai faktor antaranya: 1.) BAB VI pasal 17 tentang masa jabatan dalam AD/ART sudah jelas di nomor 3 untuk masa jabatan tingkat daerah ,2 tahun dalam 1 periodesasi. Disini organisasi tingkat daerah tersebut telah terbukti melanggar masa jabatan lebih 4 bulan dari surat keputusan(SK) pimpinan pusat. 2.) BAB IV pasal 11 tentang pimpinan di nomor 5,6,dan 8. Mengapa pimpinan daerah waktu musyda itu pimpinan tidak memberikan contoh patron pada cabang dan komisariat, Malah pimpinan daerah tersebut memukul salah salah satu kader yang dibawah pimpinannya dan memutuskan sepihak tanpa di keluarkannya surat keputusan(SK) salah satu cabangnya. 3.) Dan melanggar pedoman administrasi dimana harusnya pimpinan terkait melampirkan surat H-1 sebelum acara musyawarah Daerah (Musyda) ternyata ini dilampirkan dimalam H acara musyda, seakan-akan sudah direncanakan bahwa yang terkait di dalam surat tersebut agar tidak datang untuk menghadiri acara itu.
Jadi siapa juga bukan yang sudah merakayasa ini semua kalau tidak mereka pimpinan daerah tersebut. Tepat tanggal 12 Juni 2024, acara musyda berlangsung dan di tanggal 18 Juni 2024. Pimpinan pusat organisasi tersebut memutuskan pengesahan karateker Pimpinan Daerah itu. Sudah dinyatakan melanggar aturan pedoman AD/ART dan Pedoman Administrasi organisasi yang sudah tertuang didalam itu semua . Oleh karena itu kita sebagai kader harusnya menjalankan tanggung jawab dan visi misi, organisasi sesuai pada jalannya yang sudah dicontohkan para tokoh terdahulu.
Jika ingin jadi pemimpin maka harus siap dikritik
Jika tidak, maka jangan jadi pemimpin
(Ahmad Rody Nst)