Bank Syariah Indonesia, Muhammadiyah dan UMKM
Oleh Dr. Salman Nasution SE.I.,MA
Pemerintah Indonesia sepertinya sangat serius dengan pengembangan lembaga keuangan berbasis Syariah atau Bank Syariah di Indonesia. Setelah berdirinya bank Muamalat sebagai bank Syariah pertama di Indonesia pada tahun 1992 dan saat ini (sebelum hadirnya BSI) mengalami perkembangannya sampai saat ini (2021) berjumlah 14 bank Syariah dengan aset mencapai Rp 561,84 triliun (laporan OJK per September 2020). Pemerintah yang dipimpin oleh Joko Widodo telah membuat kebijakan terhadap 3 (tiga) bank umum Syariah milik pemerintah diantaranya PT. Bank BRI Syariah Tbk, PT. Bank Syariah Mandiri, dan PT. Bank BNI Syariah untuk dimerger artinya tiga bank Syariah tersebut akan digabung di bawah satu pemilikan dengan nama baru yaitu Bank Syariah Indonesia atau disingkat dengan BSI.
Penggabungan 3 (tiga) bank Syariah tersebut telah mendapat izin dari Bank Indonesia sebagaimana termaktub dalam UU 21 tahun 2008 Pasal 17 tentang Perbankan Syariah. Dengan modal pendirian BSI senilai Rp 20,4 triliun, BSI akan memiliki aset sebesar Rp 214,6 triliun maka tersebutkan BSI adalah bank Syariah terbesar kesepuluh di dunia dan akan masuk dalam daftar 10 (sepuluh) besar bank terbesar di Indonesia dari sisi aset. Ketika BSI secara resmi dioperasionalkan maka berbagai harapan muncul dari berbagai kalangan peran besar BSI dalam meningkatkan perekonomian umat.
Tepat pada hari Senin, 1 Februari 2021, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah meresmikan Bank Syariah Indonesia di Istana Negara, Jakarta. Dan semua kantor Bank Syariah (PT. Bank BRI Syariah Tbk, PT. Bank Syariah Mandiri, dan PT. Bank BNI Syariah) seluruh Indonesia telah mengubah logo dan menyatukan nama tersebut. Bagi penulis, bagaimana sistem BSI dalam mengakselerasikan perekonomian umat?. Bagaimana Muhammadiyah menyikapi kehadiran BSI tersebut?.
Sebagai organisasi besar, Muhammadiyah telah bergerak dalam berbagai gerakan diantaranya bidang keagamaan dan ketauhidan, politik ideal, sosial ekonomi dan lainnya. khusus untuk gerakan perekonomian dianggap oleh Muhammadiyah sangat penting dilakukan guna menaikan derajat ekonomi umat Islam yang sedang mengalami keterpurukan (kemiskinan dan kelaparan). Ide atau gagasan para pendiri (KH. Ahmad Dahlan) dan pelangsung organisasi ini melakukan berbagai cara guna meningkatkan harkat dan martabat manusia diantaranya mendirikan amal-amal usaha atau yang dikenal dengan Schooling, Healing dan Feeding (Trisula Muhammadiyah).
Terkait dengan amal usaha, Muhammadiyah sangat fokus, amanah dan bertanggung jawab terhadap pendirian dan pengembangannya sehingga amal usaha yang terdiri dari pendidikan (sekolah dan PT), kesehatan (RS dan klinik) dan panti asuhan berkembang pesat dengan jumlah yang mencapai puluhan ribu. Disamping itu, Muhammadiyah dipercaya sebagai organisasi yang dipilih oleh masyarakat untuk mendistribusikan dananya dalam bentuk ZISWAF (Zakat, Infak, Shadaqah dan Wakaf).
Dana umat tersebut dimanfaatkan secara siklus keuangan oleh warga Muhammadiyah dalam menggerakkan sektor ekonomi sosial, maka apa yang dilihat oleh masyarakat Indonesia saat ini merupakan perjuangan keras warga Muhammadiyah dalam menjalankan amanah umat dan akan dipertanggungjawabkan tidak hanya di dunia (laporan keuangan) tetapi juga di akhirat. Sampai saat ini, warga Muhammadiyah dan umat Islam pada umumnya semakin percaya apa yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah dalam mengelola ZISWAF.
Sikap Muhammadiyah dengan kehadiran BSI merupakan kesenangan lahir dan batin. Muhammadiyah mengenal bank Syariah adalah lembaga keuangan yang menjalankan sistem keuangan berdasarkan kepada Al Quran dan As Sunnah, maka Muhammadiyah sebagai organisasi tertua dan berpengalaman sangat mendukung bank Syariah. Sebelum merger, Muhammadiyah juga meletakkan seluruh dananya ke bank Syariah setelah adanya fatwa Muhammadiyah yaitu “Fatwa Riba Bunga Bank Konvensional” tahun 2011.
Penulis tekankan lagi bahwa Muhammadiyah tidak main-main dengan persoalan keumatan apalagi berkaitan dengan tauhid. Jika ada kebijakan terkait dengan internal dengan dana Muhammadiyah, maka itu adalah urusan Muhammadiyah namun tidak menafikan persoalan keumatan. Muhammadiyah akan tetap meletakkan dana ke bank Syariah dan bukan konvensional. Karena Muhammadiyah akan memantau pergerakan keuangan dananya kemana akan dialirkan (pembiayaan).
Satu diantara fokus utama Muhammadiyah terhadap ekonomi umat adalah memanfaatkan dana untuk kepentingan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah). Sebagaimana diketahui, pergerakan utama perekonomin Indonesia adalah UMKM yaitu menyerap hingga 89,2 persen dari total tenaga kerja, menyediakan hingga 99 persen dari total lapangan kerja, menyumbang 60,34 persen dari total PDB nasional, menyumbang 14,17 persen dari total ekspor dan menyumbang 58,18 persen dari total investasi (data Sensus Ekonomi dari Badan Pusat Statistik pada 2016).
Bank Syariah jangan berfikir atau bergerak untuk profit oriented hanya fokus dan mementingkan perusahaan-perusahaan besar karena mereka sudah berdiri tegak, tetapi tapi fallah oriented yaitu mengutamakan UMKM karena masih kecil-kecil dan sedang yang perlu dibantu dalam bentuk pembiayaan dan dukungan moril (manajemen). Produk yang ditawarkan oleh perbankan Syariah tidak membebankan masyarkat tapi pegangan hidup berekonomi yaitu ta’awun (tolong menolong). Hal ini juga disampaikan oleh PP Muhammadiyah Agung Danarto kepada Bank Syariah Indonesia (BSI) yang harus memiliki kebijakan khusus yang bersifat imperatif bagi UMKM. Jawaban BSI melalui Direktur Utama juga menyatakan hal yang sama yaitu pentingnya peran UMKM sehingga perlu mengembangkannya. Maka cukup jelas bahwa Muhammadiyah dan BSI mempunyai i’tikat yang kuat dalam peningkatan perekonomian melalui UMKM.
Banyak kritikan di tengah-tengah masyarakat yang muncul terkait dengan Bank Syariah yaitu bank Syariah tidak menjalankan sesuai dengan Syariah. Mereka beranggapan bahwa tidak ada bedanya bank Syariah dan bank Konvensional. Tentunya, hal ini tidak direspon dengan berbagi ilmu agama, diskusi atau seminar karena masyarakat berada di lapangan yang merasakan langsung terkait dengan perbankan. Untuk itu, bank Syariah harus memiliki sistem keuangan yang pasti dengan berbagai kebijakan yang khusus kepada UMKM dan perkonomian umat. Selanjutnya adanya kemudahan, karena bagi penulis, kehadiran Bank Syariah di Indonesia adalah bentuk kepedulian lembaga keuangan yang berasal dari umat (shohibul mal, Investor) untuk umat (mudharib, UMKM) sehingga terciptalah kesejahteraan.
Alhamdulillah, Muhammadiyah sebagai organisasi dan warga Muhammadiyah Sumatera Utara mengharapkan kerjasama yang baik dengan bank Syariah terkhusus Bank Syariah Indonesia yang baru lahir untuk ikut dan bersama-sama berjuang melawan kezoliman dan kebatilan ekonomi yang semakin tumbuh dan terjadi di negara ini. Berjam’ah adalah jalan menunju kemenangan karena kemenangan tidak akan bisa berjalan sendiri-sendiri apalagi terkait dengan masalah sosial dan ekonomi. Jadikan BSI sebagai alat jihad akselerasi ekonomi yaitu menciptakan kesejahteraan ekonomi rakyat Indonesia yang berkeadilan melalui UMKM.
Penulis adalah Dosen UMSU, Ketua Alumni FEBI UIN SU, dan Pemuda Muhammadiyah Sumatera Utara
Dapatkan informasi terupdate dan terkini seputar InfoMu dan jadilah yang pertama