MANUSIA, SANG KHALIFAH “ZALIM DAN DUNGU”.
Oleh : Hasan Bakti Nasution
“Manusia Kujadikan khalifah”, begitu bahasa Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah/2: 30. Khalifah di sini bermakna sebagai “wakil” Tuhan dalam mengelola alam sesuai kehendak Tuhan, yaitu membawa kemashlahatan bagi umat manusia. Agar tugas ini dapat dilaksanakan dengan baik, tentu manusia harus memiliki kompetensi, baik secara fisik (jism) maupun inetelektual (‘ilmi), atau “basthathan fil-‘jismi wal-‘ilmi”, kata al-Qur’an pada surat al-Baqarah/2: 247.
Dua kompetensi umum ini berkaitan dengan keberadaan Nabi Daud AS sebagai khalifah, karena memang saat itu dalam suasana perang, jadi butuh kekuatan fisik dan kecerdasan strategi perang. Kemudian, pada era Nabi Muhammad Saw diperluas menjadi empat kompetensi, yaitu shiddiq (benar, bukan pembohong), amanah (terercaya, bukan pengkhianat), tabligh (aspiratif, mengatakan yang benar sebagai kebenaran), dan fathanah (cerdas).
Kemudian sesuai perkembangannya, dirumuskan empat kompetensi baru, yaitu kompetensi intelekual (intellectual quation), kompetensi spiritual (spiritual quation), kompetensi emosional (emotional quation), dan kompetensi sosial (social quation).
Sayangnya, kompetensi ini mengalami pergeseran, digantikan oleh kompetensi “dana” alias uang, seiring dengan lahirnya budaya pemilih yang juga cenderung materialistik hedonistik. Jadilah “pemilik uang” menjadi solusi, sebagai penyelesai masalah. Atau dalam teori modernitas disebut dengan ‘tuhan-tuhan baru”. Sebagai ‘tuhan” baru, maka iapun mengendalikan “hamba-hambanya” untuk mematuhinya, apapun maunya.
Akibatnya, missi membela kepentingan masyarakat beralih menjadi membela kepentingan ‘tuhan” barunya. Akhirnya terjebak pada penzaliman masyarakat karena membela kepentingan “tuhan-tuhan” baru. Tentu akan berdampak pada pudarnya kemashlahatan bersama menjadi kemashlahatan kelompok atau orang.
Dalam kondisi ini sudah barang tentu Tuhan “kecewa” melihat manusia yang sudah mengabaikan tugas kekhalifahan. Saat inilah Tuhan mencap mereka sebagai orang zalim dan dungu alias bodoh, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Ahzab/33: 72. Kata Allah:
“Sesungguhnya Kami menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanah itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh”.
Semoga ini bukan kutukan, dan semoga sang khalifah ideal akan lahir, sesuai janji Allah melalui hadits Nabi: “Sesungguhnya Allah mengutus bagi umat ini setiap 100 tahun seorang pembaharu yang akan memperbahari persoalan keagamaan mereka” (Inna Allah Yab’atsu lihazihil ummah ‘ala raksi kulli mi’ati sanah man yujaddidu laha amra dinaha). Mudah-mudahan…!!!
Penulis, Hasan Bakti Nasution, Guru Besar UINSU
Dapatkan informasi terupdate dan terkini seputar InfoMu dan jadilah yang pertama